Komunitas Kuliner Betawi

Komunitas Kuliner Betawi

Komunitas Kuliner Betawi – Makanan khas Betawi terkenal akan kekayaan rempah serta resep-resep tradisional yang memikat lidah ditambah juga bikin ketagihan. 

Masakan khas Betawi saat sekarang ini sangat mudah ditemukan di sekitar kota Jakarta. Makanan yang beragam itu bahkan digemari baik turis lokal maupun mancanegara.

Makanan khas Betawi adalah masakan tradisional yang harus dipertahankan. Sekarang ini, banyak orang yang telah lupa untuk melestarikan budaya aslinya, termasuk dalam makanan tradisional. 

Padahal kamu bisa menemukan berbagai makanan tradisional ini di berbagai tempat di Jakarta. Beberapa jenis masakan Betawi memiliki kemiripan dengan masakan daerah lainnya seperti asinan Betawi mirip dengan asinan Bogor, perbedaannya hanya pada campuran bumbu-bumbu tertentu. 

Sebagian masakan Betawi hanya disajikan pada momen-momen tertentu misalnya sayur besan hanya bisa dijumpai pada prosesi besanan.

Makanan

Laksa Betawi Ketoprak Boplo Pecak ikan mas 

  • Asinan Betawi
  • Ayam sampyok
  • Bandeng pesmol
  • Bandeng pindang
  • Gabus pucung
  • Gado-gado
  • Ketoprak
  • Laksa Betawi
  • Mi kangkung
  • Nasi kebuli
  • Nasi uduk
  • Nasi ulam
  • Pecak ikan gabus
  • Pecak ikan mas
  • Pecak tembang
  • Sambelan lengkio
  • Sayur babanci
  • Sayur besan
  • Sayur godog
  • Semur jengkol
  • Soto Betawi
  • Soto mie
  • Soto tangkar
  • Toge goreng

Komunitas Kuliner Betawi

  1. Komunitas Gabus Pucung

Komunitas Gabus Pucung adalah salah satu kuliner Betawi yang telah ditetapkan sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK). 

KIK adalah pengakuan hukum pemerintah terhadap ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, serta potensi indikasi geografis. 

Gabus pucung merupakan kuliner yang memiliki akar budaya yang kuat dalam tradisi Betawi. Nama gabus pucung berasal dari gabungan nama ikan gabus dan pucung atau kluwek yang merupakan bumbunya. 

Gabus pucung memiliki peran penting dalam tradisi Betawi, seperti: 

  • Upacara mangkeng, ritual penting sebelum pernikahan yang memuat seluk beluk budaya tradisi perkawinan Betawi. 
  • Tradisi nyorog, keluarga saling bertukar hadiah untuk menyambut bulan suci Ramadan. 

Gabus pucung adalah sajian ikan berkuah khas Betawi dengan kuah hitam yang mirip seperti kuah rawon. Pucung adalah nama lain dari kluwek. 

Jadi sayur gabus pucung merupakan sayur ikan gabus dengan kuah pucung (kluwek). Rasanya asam menyegarkan dan gurih dengan citarasa pucung (kluwek) yang khas. 

Kuliner legendaris ini memang cukup sulit dalam pengolahannya, apabila salah-salah dalam memasak, gabus pucung akan terasa pahit.

Hal ini dikarenakan dalam proses pembuatan gabus pucung tidak semua pucung (kluwek) dapat digunakan, biasanya untuk menghasilkan cita rasa yang lezat orang betawi memilih pucung (kluwek) yang berwarna coklat atau hitam, rasanya tidak pahit, dan teksturnya tidak cair.

Selain itu, dalam melakukan pembersihan ikan gabus, biasanya orang betawi melakukan pembersihan berkali-kali sampai kulit ikan berubah warna menjadi putih hal ini dilakukan tidak lain untuk mendapatkan rasa yang lezat dan terhidar dari bau amis. 

Menurut sejarahnya, keberadaan kuliner sayur gabus pucung sendiri berawal dari ketidakmampuan masyarakat Betawi di zaman kolonial Belanda untuk mengkonsumsi ikan budidaya yang mahal, seperti ikan mas, mujair dan bandeng. 

Namun, agar tetap dapat mengkonsumsi ikan, masyarakat Betawi kemudian memilih ikan gabus yang jauh lebih murah. Apalagi jenis ikan ini mudah ditemui di daerah rawa-rawa, empang, dan sungai. 

Seiring berjalannya waktu ikan gabus menjadi sebuah komoditi yang langka di daerah jakarta dan sekitarnya, hal ini dikarenakan banyaknya alih fungsi lahan menjadi gedung-gedung tinggi dan perumahan, dengan adanya kelangkaan ini harga ikan gabus berkisar antara 50-100rb/kg. 

2. Komunitas Asinan Betawi

Asinan Betawi telah diakui sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) oleh pemerintah. Pencatatan ini dilakukan sebagai pengakuan terhadap budaya Betawi dan untuk melindungi eksistensinya. 

Asinan Betawi merupakan salah satu makanan khas Betawi yang dibuat oleh orang Betawi untuk para majikan Belanda. Nama Asinan Betawi berasal dari kata Belanda “Assinang” yang berarti “asam”. 

Asinan Betawi biasanya disajikan bersama taburan kacang tanah goreng dan kerupuk mie kuning. Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk membuat asinan Betawi, antara lain: 

Tahu putih, Mi kuning, Mentimun, Kol, Daun selada, Sawi asin, Lokio. 

Salah satu tempat yang menjual asinan Betawi adalah Pondok Asinan Bang Sodri yang memiliki tiga cabang, yaitu Asinan Bang Sodri Pusat KPPN, Asinan Ida Sodri, dan Asinan Baitussodiqin

Gabung Komunitas

3. Komunitas Bir Pletok

Komunitas Betawi Yayasan Sirih Dare adalah salah satu komunitas yang memproduksi bir pletok saset. 

Bir pletok adalah minuman khas Betawi yang sudah dikenal sejak zaman kolonial Belanda. Minuman ini memiliki khasiat untuk: Memperlancar peredaran darah, Menghangatkan tubuh saat udara dingin, Menggantikan anggur merah (wine) yang dibawa orang-orang Belanda. 

Bir pletok biasanya disuguhkan pada: 

  • Upacara siklus hidup orang Betawi seperti sunat dan pernikahan 
  • Tempat-tempat berorientasi wisata budaya Bahan baku utama bir pletok adalah jahe dan secang, serta berbagai macam rempah-rempah lainnya. Nama bir pletok memiliki filosofi, yaitu: 
  • Kata bi’run berarti abyar 
  • Beberapa versi arti nama pletok salah satunya karena terbuat dari bambu dan saat dituangkan akan berbunyi pletok 

Bir pletok adalah sejenis minuman penghangat khas masyarakat Betawi. Bahan baku minuman ini utamanya adalah jahe dan secang, serta berbagai macam rempah-rempah lainnya. 

Pengolahan bir pletok dilakukan dengan cara memilih serta mempersiapkan bahan baku untuk kemudian direbus dan disaring. Sebelum disajikan, bir pletok juga dapat dikocok terlebih dahulu hingga mengeluarkan buih. 

Warna, aroma, dan rasa bir pletok dapat bervariasi tergantung bahan baku dan cara pengolahannya. Kandungan rempahnya menjadikan bir pletok sebagai minuman yang kaya akan senyawa antioksidatif. 

Asal-usul bir pletok sendiri tidak tercatat secara pasti, walaupun minuman ini umumnya dianggap bermula dari keinginan masyarakat Betawi untuk membuat minuman perayaan sebagai tiruan serta tandingan bagi anggur dan bir orang-orang Eropa. 

Namun, meski menggunakan nama “bir”, minuman ini tidak mengandung alkohol dan dapat disertifikasi halal. Bir pletok lazim disuguhkan dalam upacara siklus hidup orang Betawi seperti sunat dan pernikahan, serta di tempat-tempat berorientasi wisata budaya. 

Minuman ini telah diakui sebagai warisan budaya takbenda Indonesia, serta menjadi salah satu ikon kebudayaan Betawi yang didukung pelestariannya oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 

4. Komunitas Laksa Betawi

Tenggara, termasuk Indonesia. Laksa Betawi merupakan salah satu jenis laksa yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 

  • Kuah berwarna kekuningan 
  • Berisi udang rebon untuk memberikan rasa segar dan aroma khas udang 
  • Menggunakan ketupat 
  • Berisi bihun, telur, perkedel, daun kemangi, dan daun kucai 

Kata “laksa” berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti “banyak”, merujuk pada banyaknya bumbu dan rempah yang digunakan dalam pembuatan laksa. Laksa merupakan hasil perpaduan makanan Melayu dan Tionghoa. 

Pada awal abad ke-15, pedagang China yang jatuh cinta dengan penduduk setempat di Kepulauan Melayu, menambahkan bumbu-bumbu spesial pada sup China tradisional, sehingga terciptalah laksa. 

5. Komunitas Roti Buaya

Hadirnya roti buaya dalam upacara pernikahan adat Betawi lekat dengan lambang kesetiaan antara dua mempelai pengantin. Namun, tahukah sobat senibudayabetawi bahwa simbol buaya juga lekat dengan pemerintahan kolonial di Batavia.

Tepatnya pada tahun  1762  pemerintahan  kolonial memberikan  sebuah  hadiah  khusus untuk masyarakat yang dapat membunuh buaya. Diketahui saat itu, banyak sekali buaya dan harimau di Batavia. Hadiahnya berupa uang yang diserahkan langsung pada gubernur jenderal.

Boomgaard bahkan menyebut, jumlah uang yang diberikan pada penangkap binatang buas bervariasi bahkan hingga mencapai puluhan gulden.

Saat itu Batavia sangat mendorong VOC memikirkan cara mengatur dan memerintah kota. Tak sekadar mengurus soal pemerintahan sipil serta pengadilan, tapi VOC bahkan mengatur perburuan binatang buas yang kerap mengancam masyarakat di Batavia.

Adolf Heuken Sj dalam Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, pada tahun 1692 ada tiga orang laki-laki baru saja tiba dari Eropa sempat menyelamatkan diri dari ancaman buaya besar. Beruntung mereka memanjat tiang gantungan dekat kali.

Bahkan, dalam catatan harian Kastil Batavia disebutkan bahwa pada 1640-an dalam sebulan sekali pasti ada mayat harimau di lapangan kastil.

Sejarawan Hendrik E. Niemeijer menyebut Kepala Dewan Peradilan Joan Maetsuycker memutuskan bahwa pada 1644 memimpin perburuan besar-besaran. Dia mengerahkan 800 orang, terdiri dari 20 penunggang kuda, 100 serdadu dan 50 budak dan selebihnya orang Belanda, orang Tionghoa, Banda dan Jawa.

Gabung Komunitas

demikianlah informasi mengenai komunitas Kuliner Betawi. Semoga data bermanfaat untuk kita semua, sekian terima kasih.

Leave a Comment