Grup Wa Hukum Jaminan – Dalam rangka pembangunan ekonomi indonesia bidang hokum yang meminta perhatian yang dalam pembinaan hukumnya diantaranya ialah lembaga jaminan.
Yang mana pembinaan terhadap bidang hukum jaminan disini merupakan konsekuensi logis dan merupakan perwujudan tanggung jawab dari pembinaan hukum untuk mengimbangi lajunya kegiatan-kegiatan dalam bidang perdagangan, perindustrian, perseroan, pengangkutan, dan kegiatan-kegiatan dalam proyek bangunan.
Lembaga jaminan tergolong bidang hukum yang bersifat netral tidak mempunyai hubungan erat dengan kehidupan spiritual dan budaya bangsa sehingga terhadap hukum demikian tidak ada keberatan untuk diatur dengan segera.
Belakangan ini hukum jaminan yang secara popular disebut The Economic Law (hukum ekonomi), Wiertschafrechtatau Droit Econonique yang mempunyai fungsi menunjang kemajuan ekonomi dan kemajuan pembangunan pada umumnya.
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa belanda yaitu Zekerheid atau Cautie. Zekerheid atau Cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya disamping pertanggung jawaban umum debitur terhadap barang-barangnya.
Sementara istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan Zakerheidsrechten atau Security law. Dalam literatur juga ditemukan istilah Zakerheidsrechten yang bisa juga diterjemahkan menjadi hokum jaminan.
Pitluto memberikan perumusan Zekerheidsrechten sebagai hak (een recht) yang memberikan kepada kreditur kedudukan yang lebih baik dari pada kreditur-kreditur lain.
Lebih lanjut, Pitluto menyimpulkan bahwa kata “recht” dalam Zekerheidsrechten adalah hak-hak jaminan bukan “hukum” jaminan, sehingga dapat diartikan sebagai peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan piutang- piutang seseorang terhadap seorang debitur.
Jadi apa yang dikatakan oleh pitluto tersebut bahwa hukum jaminan tersebut merupakan pengaturan tentang jaminan piutang seseorang.
Kata “jaminan” didalam Peraturan Perundang-undangan dapat dijumpai pada pasal 1131 KUH Perdata dan penjelasannya pasal 8 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, namun dalam kedua peraturan tersebut tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan jaminan.
Tetapi dapat diketahui bahwa suatu jaminan itu berhubungan dengan permasalahan utang, yang mana didalam perjanjian pinjam-meminjam uang pihak kreditur meminta kepada debitur agar menyediakan jaminan berupa sejumlah harta kekayaan untuk pelunasan utang, yang apabila pihak debitur tidak melunasi utang dalam waktu yang diperjanjikan.
Dalam pengertian selama ini sudah menjadi milik masyarakat umum bahwa jaminan (pemberian) kredit itu merupakan alternatif terakhir dari sumber pelunasan kredit dalam hal kredit tidak dapat dilunasi oleh nasabah debitur dari kegiatan usahanya karena kegiatan usahanya itu mengalami kesulitan untuk menghasilkan uang.
Dengan diberikan pengertian “jaminan (pemberian) kredit” sama dengan “keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan”, maka arti dari “jaminan (pemberian) kredit” itu telah bergeser, sehingga tidak sesuai lagi dengan pengertiannya yang lazim dikenal selama ini.
Berdasarkan ketentuan Pasal 8 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, bahwa berdasarkan ketentuan dalam pasal ini ialah bank bisa saja memberikan kredit kepada siapapun yang dikehendakinya
Asalkan kayakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
Jadi, artinya bahwa kredit dapat diberikan walaupun tanpa disertai dengan agunan atau jaminan tambahan asalkan bank berkeyakinan terhadap kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya.
Nilai dari suatu jaminan yang diberikan kepada kreditur biasanya melebihi dari nilai kredit, hal tersebut dilakukan oleh pihak kreditur agar ia terlindungi dari kerugian.
Jadi, ketika terjadi kemacetan kredit maka pihak bank dapat mempergunakan atau menjual jaminan kredit tersebut untuk membayar atau menutupi kredit yang macet.
Tujuan dari jaminan kredit disini untuk melindungi pihak bank dari nasabah yang nakal, sebab hanya sedikit nasabah yang mampu tapi tidak membayar kreditnya.
Intinya bahwa jaminan kredit disini merupakan terikatnya pihak debitur kepada kreditur dengan utang yang dimiliki dengan jaminan harta debitur, agar debitur tidak lari dari utangnya.
Perlunasan utang dengan jaminan itu ialah dengan cara lelang seperti yang telah ditetapkan oleh peraturan yang berlaku, dan apabila terdapat sisa dari lelang tersebut maka dikembalikan kepada debitur.
Pada prinsipnya barang jaminan itu harus milik debitur, tetapi didalam Undang-undang juga memperbolehkan barang milik pihak ketiga dipergunakan sebagai jaminan, asalkan pihak yang bersangkutan merelakan barangnya dipergunakan sebagai jaminan utang debitur.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa jaminan merupakan suatu perlunasan utang oleh debitur kepada kreditur apabila dikemudian hari terjadi kemacetan pembayaran utang debitur dengan sejumlah harta kekayaan milik debitur sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Salim HS, hukum jaminan adalah kaidah-kaidah hokum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.
Unsur-unsur yang tercantum didalam defenisi menurut Salim HS, didalam buku Anton Suyanto sebagai berikut :
- Adanya kaidah hokum
Kaidah hukum dalam hukum jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis kaidah hukum jaminan tidak tertulis.
Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam Peraturan Perundang-undangan, Traktat, dan Yurisprudensi. Adapun kaidah hukum tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat.
Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan.
- Adanya pemberi dan penerima jaminan
Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit (debitur) dengan menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan.
Penerima jaminan disini berupa orang atau badan hukum, badan hukum merupakan lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan non bank.
- Adanya jaminan
Pada dasarnya jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan material dan imaterial. Jaminan material merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imaterial merupakan jaminan non-kebendaan.
- Adanya fasilitas kredit
Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank.
Pemberi kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok jaminan dan bungan.
Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.
Objek dan Ruang Lingkup Kajian Hukum Jaminan
Mengacu kepada defenisi diatas dapat kita telaah objek dan ruang lingkup kajian hukum jaminan. Objek kajian merupakan sasaran didalam penyelidikan atau pengkajian hukum jaminan. Yang objek tersebut dibagi menjadi 2 macam, yaitu objek materiil dan objek forma.
Objek materil yaitu bahan (materiil) yang dijadikan sasaran dalam penyelidikan, dimana yang menjadi objek materiil hukum jaminan ialah manusia. Sedangkan objek forma yaitu sudut pandang tertentu terhadap objek materiilnya.
Jadi, objek forma hukum jaminan adalah bagaimana subjek hukum dapat membebankan jaminannya pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank. Pembebanan jaminan merupakan proses, yaitu menyangkut prosedur dan syarat-syarat didalam pembebanan jaminan.
Dalam hukum positif di Indonesia, ruang lingkup hukum jaminan mencakup berbagai ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan utang yang terdapat dalam hukum positif Indonesia.
Adapun ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai hukum jaminan di Indonesia, antara lain terdapat dalam KUH Perdata, KUH Dagang yang mengatur mengenai penjaminan utang.
Di samping itu terdapat Undang-undang tersendiri yaitu UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkatian Dengan Tanah dan UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang masing-masing mengatur tentang lembaga jaminan dalam rangka penjaminan hutang.
Ruang lingkup kajian hukum jaminan meliputi jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan khusus dibagi menjadi 2 macam, yaitu jaminan kebendaan dan perorangan.
Jaminan kebendaan dibagi menjadi jaminan benda bergerak dan benda tidak bergerak, yang termasuk dalam jaminan benda bergerak meliputi : gadai dan fidusia. Sedangkan jaminan benda tidak bergerak meliputi hak tanggungan, fidusia, khususnya rumah susun, hipotek kapal laut dan pesawat udara.
Sedangkan jaminan perorangan meliputi : borg, tanggunga-menanggung (tanggung renteng), dan garansi bank.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hukum jaminan itu merupakan hukum yang mengatur tentang hak jaminan kebendaan yang mencakup hak jaminan benda tak bergerak dan hak jaminan benda bergerak.
Lembaga jaminan benda tak bergerak dikenal dengan hak tanggungan, sedangkan hak jaminan benda bergerak adalah gadai dan fidusia.
Berdasarkan analisis terhadap berbagai Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian tentang terhadap berbagai literatur tentang jaminan, ditemukan 5 asas penting dalam hokum jaminan :
- Asas Publicitet
Yaitu asas bahwa semua hak baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran tersebut agar pihak ke-tiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan.
Pendaftaran hak tanggungan dikantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten atau Kota. Pendaftaran fidusia pada Kantor Dapartemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan didepan Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama, yaitu Syahbandar.;
- Asas Specialitet
Yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau asas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang-tertentu;
- Asas Tak Dapat Dibagi-Bagi
Yakni asas dapat dibaginya utang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian;
- Asas Inbezittstelling
Yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai;
- Asas Horizontal
Yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hak ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik.
Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.
Istilah hukum jaminan meliputi pengertian baik jaminan kebendaan maupun perorangan. Intinya hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditor) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu (kredit) dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu).
Dengan kata lain, hukum jaminan tidak hanya mengatur hak-hak kreditor yang berkaitan dengan jaminan pelunasan utang tertentu, namun sama-sama mengatur hak-hak kreditor dan hak-hak debitur berkaitan dengan jaminan pelunasan hak tertentu tersebut.
Agar kamu tidak ketinggalan info seputar hokum jaminan, kamu bisa bergabung grup wa hukum jaminan di link berikut: Link Grup WA
Demikianlah informasi mengenai hokum jaminan, semoga berguna untuk kita semua, sekian terima kasih.